suarahukum.com - Maria (27), warga Jl Jeruk, Sidoarjo, semula bekerja sebagai
pemandu lagu (purel) di sebuah rumah karaoke. Karena rumah karaoke tempat
kerjanya itu sepi pengunjung, Maria mulai utak-atik ponselnya. Dia pun
menjajakan dirinya via online. Maria mempromosikan dirinya melalui ponselnya
itu, yang disebar ke media sosial, mulai dari BBM, WA dan lain sebagainya.
Bak gaung bersambut. Banyak hidung belang yang berminat memakai jasanya. Maria
pasang tarif Rp1 juta sekali kencan. Tapi ternyata masa kejayaannya sebagai
pelacur online tidak berlangsung lama. Pada akhirnya sepi juga pria hidung
belang yang membookingnya.
Maria putar otak. Satu persatu teman purel di tempat
kerjanya yang sepi pengunjung dulu diajaknya untuk ikut bergabung jual diri secara online. Beberapa teman purel
tertarik gabung. Lumayan untuk menambah penghasilan, daripada terus-terusan
tiap malam menunggui rumah karaoke yang selalu sepi pengunjung.
Sama dengan Maria, teman-teman purelnya yang sudah mulai
laku dibooking online itu pasang tarif Rp1 juta sekali kencan. Sedangkan Maria
kini jadi germonya. Kepada sang germo, usai kencan dapat fee Rp200 ribu.
Kamis malam, 29 September 2016, rupanya hari naas bagi Maria
dan bisnis esek-esek online-nya. Karena polisi menggerebek Maria, dan tiga anak
buahnya, yaitu Putri (21), warga Krukah Surabaya, Teri alias Rere (21), warga
Ngagel Surabaya, dan Febi (29) warga Pakis Surabaya, saat mendapat bookingan di
sebuah hotel di kawasan Jl Wali Kota Mustajab, Surabaya.
Maria pun dan tiga anak buahnya itu harus berurusan dengan
Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya atas tindakan asusila yang selama ini dijajakannya
lewat dunia maya itu. Kepada polisi, Maria mengaku baru menjalankan bisnis
esek-esek online-nya ini selama tiga bulan.
Maria juga membantah disebut sebagai germo dalam bisnis
prostitusi yang dijajakannya secara online ini. Juga membantah jika dituding selama
ini hanya memanfaatkan teman-temannya. Menurutnya, justru teman-temannya yang
dulu bekerja sebagai purel yang selalu sepi bookingan di sebuah rumah karaoke justru
berterima kasih padanya yang telah memberikan banyak penghasilan lewat melacur
online yang digagasnya.
Kepada polisi, Maria juga membantah ambil keuntungan Rp200
ribu setiap kali kencan yang dilakukan oleh anak buahnya. Menurutnya Rp200 ribu
yang diterimanya itu sebagai tanda terima kasih yang diberikan secara sukarela
oleh anak-anak buahnya setiap kali dapat bookingan. Saya tidak pernah mematok
harga, kilahnya.
Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Bayu Indra Wiguno
menjelaskan pengungkapan kasus prostitusi ini berawal saat anggotanya
mendapatkan broadcast melalui BBM. Sebaran itu berisi tentang penyediaan jasa
untuk membooking wanita cantik. Polisi pun langsung bergerak melakukan
penyelidikan. Ternyata berdasarkan hasil penyelidikan, kami mendapati jika
bahwa tersangka ini memang sanggup mencarikan gadis-gadis yang siap dibooking, katanya.
Maria dijerat dengan Pasal 2 UU RI Nomor 21 tahun 2007
tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ancaman hukumannya 15 tahun penjara.
Selain itu polisi juga menjeratnya dengan Pasal 296 KUHP dengan ancaman hukuman
1,4 tahun penjara, serta Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.
(asb)