Kasus Pelecehan RS National Hospital Dilimpahkan Kejaksaan

Kasus Pelecehan RS National Hospital Dilimpahkan Kejaksaan

suarahukum.com - Penyidik Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya melimpahkan berkas perkara dan tersangka kasus pelecehan seksual yang dilakukan Zunaidi Abdillah, mantan perawat National Hospital ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Surabaya, Selasa (6/3/2018).

“Hari ini kami terima pelimpahan tahap II dari penyidik atas nama tersangka ZA,” terang Kajari Surabaya, M Teguh Darmawan saat dikonfirmasi awak media.

Saat ini, Lanjut Teguh, pihaknya sedang meneliti berkas perkara dan barang bukti kasus ini. “Saat ini masih diteliti oleh jaksa peneliti,” tambah Teguh.

Tak hanya itu, Kajari Surabaya juga telah menunjuk tiga orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang akan menangani kasus ini. “Ketua tim JPU nya adalah Kasipidum, Didik Adyotomo dan beranggotakan JPU Damang Anubowo dan Deddy Arissandi,” ujar Teguh.

Diakui Teguh, pihaknya akan melakukan penahanan terhadap tersangka Zunaidi Abdillah. “Tersangka ZA kami tahan selama 20 hari kedepan dan akan kami titipkan di Rutan Kelas I Surabaya di Medaeng,” kata Teguh.

Pria kelahiran Kota Pahlawan ini mengaku akan segera melimpahkan berkas perkara kasus ini ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. “Kita lengkapi dulu berkas administrasi dan surat dakwaannya,” tandas Teguh.

Dalam kasus ini, Tersangka Zunaidi Abdillah dijerat melanggar Pasal 292 ayat (1). “Ancaman hukumannya 7 tahun penjara,” sambung Teguh diakhir konfirmasi.

Seperti diketahui sebelumnya, kejadian ini berawal saat video dugaan pelecehan seksual yang dilakukan tersangka Zunaidi Abdillah seorang perawat laki-laki di National Hospital Surabaya, Jawa Timur tersebar melalui media sosial hingga WhatsApp group.

Awalnya, video terkait pelecehan tersebut diunggah di akun Instagram milik korban. Video menampilkan korban yang berada di atas ranjang dengan tangan masih diinfus. Dalam video tersebut, perempuan tersebut tampak menangis dan mengaku payudaranya diremas oleh
tersangka Zunaidi Abdillah saat bertugas menjaganya di National Hospital.

“Kamu ngaku dulu, kamu remas payudara saya kan? Dua atau tiga kali?” ujar pasien wanita tersebut kepada perawat laki-laki itu.

Tak lama kemudian, suami korban yakni Yudi Sukinto Wibowo melaporkan kasus ini ke Polrestabes Surabaya dan akhirnya menetapkan Zunaidi Abdillah sebagai tersangka.

Mantan perawat ini sempat menjadi buron, lalu Zunaidi Abdillah berhasil ditangkap anggota Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Surabaya, di sebuah hotel di Surabaya.

Zunaidi Abdillah Praperadilankan Polrestabes Surabaya

Tidak terima ditetapkan tersanga atas tuduhan remas payudara pasien, Zunaidi Abdillah melalui kuasa hukumnya Sholeh mempraperadilankan Polrestabes Surabaya. Gugatan ini dilayangkan pada hari Selasa (6/3/2018), di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

Dalam gugatannya, Zunaidi Abdillah ) menyatakan jika hasil penyidikan yang dilakukan pihak Polrestabes Surabaya terhadap Zunaidi tidak sah. Bagi mantan perawat National Hospital ini, polisi dalam menetapkan tersangka tidak tepat. Salah satunya, Polrestabes Surabaya selaku termohon tidak pernah memeriksa Majelis Kode Etik Keperawatan Indonesia Jawa Timur yang menyidangkan dugaan pelanggaran Kode Etik yang dalam keputusannya menyatakan Pemohon tidak melanggar Kode Etik Keperawatan Indonesia tertanggal 3 Pebruari 2018.

Seharusnya Polrestabes Surabaya harus hati-hati dan secara seksama semua prosedur harus dilalui. Tapi yang dilakukan oleh Termohon seperti dikejar tayang. Pada 25 Januari 2018 dilaporkan, tanggal itu juga Termohon mengeluarkan sprindik, kemudian 26 Januari 2018 Pemohon langsung ditetapkan menjadi Tersangka. Ttanggal itu juga Pemohon ditangkap dan ditetapkan menjadi Tersangka.

"Pertanyaannya, kapan Termohon memeriksa saksi-saksi, kapan Termohon melakukan visum et repertum, kapan Termohon memeriksa ahli, kapan Termohon melakukan gelar perkara. Sepertinya antara 25-26 Januari 2018 Termohon tidak ada kasus lain yang disidik, sehingga semua energi harus dikerahkan untuk menyelesaikan perkara Pemohon. Andaikata semua perkara yang ditangani Termohon diselesaikan seperti kasus yang dialami oleh Pemohon, tentu Termohon menjadi aparat penegak hukum yang terbaik didunia," kata Sholeh.

Menurut Sholeh, perbuatan tersebut melanggar Pasal 4 huruf c Peraturan Kapolri No 14 tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan Tindak Pidana. Tidak memeriksa Pemohon sebagai calon Tersangka melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi no 21-PUU-XII-2014 halaman 98 alinea ke dua tertanggal 16 Maret 2015. Perolehan Rekaman video permintaan maaf Pemohon melanggar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 tertanggal 7 September 2016 halaman 96. Tidak memberikan kesempatan menghadirkan saksi dan ahli untuk kepentingan Pemohon melanggar Pasal 65 UU No 8 tahun 1981 tentang KUHAP. Tidak adanya 2 alat bukti dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka melanggar Pasal 184 Undang-Undang No 8 tahun 1981. (Am)

Empat Perempuan ini Nikmati Sabu Harga Rp 1,4 Juta
Pengedar Sabu Pasutri Dihukum Berbeda