Dosen Hukum Heran TNI Dampingi Terdakwa Pidum

Dosen Hukum Heran TNI Dampingi Terdakwa Pidum

suarahukum.com - Dosen Hukum Unair I Wayan Titib Sulaksana heran TNI sudah melakukan pendampingan pakai seragam atau doreng, saat sidang pidana umum (pidum) pencabulan bukan di pengadilan milier.

"Ada aparat TNI sebagai advokat terdakwa tindak pidana umum? Kalau benar harus dipertanyakan," kata Wayan kepada suarahukum.com.

Menurut Wayan, pendamping hukum berseragam doreng itu apa sudah disumpah atau memiliki Surat Ijin Advokat. . "Karena profesi advokat hanya boleh dilakuan oleh sipil non PNS, Sarjana Hukum (SH), lulus PKPA, memiliki Surat Ijin Advokat yang diterbitkan oleh organisasi profesi advokat dan telah disumpah oleh Ketua Pengadilan Tinggi (PT) sebagai advokat, sebagai mana diatur dalam UU No. 18 tahun 2003 tentang profesi advokat. Kalau benar, status hukum aparat TNI sebagai advokat dipertanyakan," tambahnya.

Wayan menduga, kemungkinan besar TNI yang mendampingi terdakwa cabul saat sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, ada izin khusus Ketua PN. "Lha mungkin dapat ijin khusus dari ketua PN, bisa tanyakan pada JPU dan ketua Majelis Hakimnya," tambahnya.

Sebelumnya Humas PN Surabaya, Martin Ginting mengatakan bahwa apabila kuasa hukum dari pihak TNI tidak ada masalah. "Kalau kuasa hukumnya dari TNI ya tidak masalah, mungkin terdakwanya keluarga besar TNI. Coba wawancara saja dengan Jaksanya," dalihnya.

Saat ditanya apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Polisi berseragam bisa mendampingi terdakwa saat persidangan, sayang Martin Ginting malah pelit bicara. "Bukan begitu maksudnya," ujarnya

Selain menganggap tidak ada masalah dengan sidang terdakwa yang didampingi pengacara TNI aktif, Ginting juga menilai bahwa tidak ada undang-undang yang melarang. "Tidak ada UU yang melarang, siapa saja boleh mendampingi asal hakim telah mengizinkannya. Kalau sebagai saksi, maka siapapun boleh jadi saksi. Biar saya chek dulu di SIPP, Jaksanya siapa dan nama terdakwanya siapa..? siapa Majelisnya ?," pungkas Ginting.

Sementara, Bidang Hukum Gerakan Putra Daerah (GPD) Shodiqin menilai, sidang dengan terdakwa didampingi pengacara aktif mecedirai peradilan, terlebih sudah ada UU 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Terlebih peran paralegal tidak dapat memberi bantuan hukum secara litigasi (beracara di pengadilan)

"Undang-undang advokad jelas mengatur itu, dalam Pasal 3 dijelaskan bahwa advokad tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara," tegas Shodiqin.

Diketahui, Ali Sodikin warga Jalan Desa Trosobo Sidoarjo, mantan Kepala Sekolah Labschool dalam perkara pencabulan anak dibawah umur oleh Ketua Majelis Hakim Anton Widyopriyono dihukum 10 bulan penjara.

Dalam putusannya hakim Anton menilai bahwa bahwa terdakwa melanggar Pasal 281 ayat 1 dan ayat 2 KUHPidana tentang perbuatan melanggar keasusilaan. Atas putusan hakim yang sangat jauh ringan sekali ini, ditanggapi pernyataan pikir-pikir oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Novan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. Sebelumnya terdakwa dituntut hukuman penjara 6 tahun, denda 10 juta subsider 3 bulan.

Dalam tuntutan JPU, terdakwa dijerat pasal 80 dan atau Pasal 82 UU RI No 17 tahun 2016 tentang perubahan UU RI No 35 tahun 2014 tentang perubahan UU RI No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. (Am)

Polsek Waru Tolak Laporan Korban Penipuan
Kejari Tanjung Perak Terapkan Pembayaran Tilang Lewat Kantor Pos